Apa Yang Akan Terjadi Jika Hutan Hilang !! Pertanyaan dan Sindiran Untukmu

HutanIndonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati.  Hal tersebut terlihat dari jumlah spesies endemik yang hanya ditemukan di wilayah Indonesia, seperti Gajah Sumatera, Owa Jawa dan lainnya.  

Sebagian besar keanekaragaman hayati tersebut tersimpan dalam hutan. Hal ini menjadikan hutan sebagai salah satu tempat penyimpanan plasma nutfah terbaik, karena merupakan habitat asli.

Namun, saat ini hutan di Indonesia telah banyak mengalami kerusakan, baik kerusakan yang disebabkan oleh manusia maupun bencana alam, walaupun jika ditilik dari faktor penyebabnya, manusia menjadi aktor utamanya.

Aktivitas manusia yang menjadi penyebab kerusakan hutan diantaranya adalah gaya hidup yang tidak ramah lingkungan seperti menggunakan energi tidak terbarukan secara berlebihan, perladangan berpindah, Illegal loging, alih fungsi lahan menjadi perkebunan, pertambangan atau pemukiman dan lain sebagainya. 


Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca yang tinggi, dan meningkatkan suhu bumi.  Musim kemarau yang terjadi akan semakin panjang, dan meningkatkan resiko kebakaran hutan yang juga merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan terbesar di Indonesia saat ini.

Luasan Lahan dan Lokasi Darurat Karhutla

Luasan lahan yang mengalami kebakaran di tahun 2017 telah mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu seluas 124.743 Ha, dengan hotspot sebanyak 2.336 titik di seluruh Indonesia 

Jumlah tersebut telah menurun secara signifikan yaitu sekitar 33% dibandingkan tahun sebelumnya.  Penurunan luasan karhutla tersebut patut diapresiasi, mengingat penanganan karhutla sangat sulit dilakukan karena medan yang berat dan jumlah air yang terbatas. 

Lokasi tersulit ketika akan melakukan upaya pemadaman kebakaran hutan adalah hutan lahan gambut, karena kebakaran yang terjadi di lahan gambut sulit dideteksi.


Hal tersebut disebabkan  nyala api yang tidak terlihat dipermukaan tanah. Jenis kebakaran tersebut biasa disebut sebagai kebakaran bawah tanah. 

Pulau Sumatera, khususnya Riau merupakan provinsi dengan luasan lahan gambut terbesar yaitu kurang lebih 45% dari luasan daratan Riau. 

Luasnya lahan gambut tersebut bisa menjadi surga maupun neraka bagi suatu wilayah. Pasalnya lahan gambut tidak hanya bermanfaat sebagai pelindung hidrologi, sumber keanekaragaman hayati, pangan maupun pengendali iklim global namun juga menyumbang emisi karbon tertinggi saat mengalami kerusakan.

Hal tersebut dikarenakan lahan gambut menjadi salah satu tempat penyimpanan karbon tertinggi. Karbon yang tersimpan tersebut jika terekspos akan menguap keudara dan meningkatkan resiko gas rumah kaca.

Saat ini terdapat empat provinsi yang memberlakukan kondisi siaga kebakaran hutan.  Keempat provinsi tersebut adalah Sumatera Selatan (1 Februari hingga 30 Oktober), Riau (19 Februari hingga 31 Mei), Kalimantan Barat (1 Januari hingga 31 Desember), dan Kalimantan Tengah (20 Februari hingga 21 Mei).  

Kebakaran hutan (Foto: Ida Lestari)

Pemberlakukan status siaga darurat tersebut akan memudahkan penanganan karhutla baik dari segi pengerahan personil, logistik, anggaran dll, (BBC, 2018).  Selain itu, kondisi cuaca di Indonesia yang saat ini banyak mengalami kemarau panjang juga menjadi alasan pemberlakukan status siaga karhutla tersebut. 


Indonesia mengalami dua kali periode masa kemarau yaitu Januari – Maret dan Juni – September.  Kemarau di periode kedua tersebut diprediksi akan lebih parah dibandingkan dengan periode pertama, sehingga kemungkinan terjadinya kebakaran akan meningkat.

Dampak Karhutla

Dampak kebakaran hutan dan lahan sangat besar, diantaranya adalah hilangnya sejumlah spesies flora maupun fauna yang akan mengancam keberadaan jenis spesies lainnya. Selain itu karhutla juga menyebabkan kerusakan sifat fisik dan biologi tanah, pencemaran udara, dan meningkatkan efek gas rumah kaca.

Dampak dampak tersebut belum terhitung kerugiaan material berupa biaya pengobatan, operasional pemadaman kebakaran, maupun pengungsian. Tidak terlihat satupun efek positif dari kebakaran lahan.

Banyak orang yang mempercayai bahwa membakar lahan dapat meningkatkan kesuburan tanah sehingga banyak yang mengunakan api untuk membersihkan lahan.


Hal tersebut dimungkinkan, namun membutuhkan waktu bertahun tahun untuk mengembalikan kekondisi semula. Selain itu sangat sulit mengkondisikan api untuk tetap berada pada lahan yang diinginkan untuk dibersihkan.

Salah satu kejadian karhutla yang menjadi topik hangat adalah karhutla di provinsi Riau kemarau lalu. Kebakaran yang disengaja maupun tidak di Riau tersebut menyebabkan rusaknya hutan hujan termasuk gambut yang menjadi habitat harimau di provinsi ini.

Harimau merupakan salah satu satwa kunci yang menjadi indikator kesehatan hutan.  Penurunan jumlah harimau memperlihatkan terdapat ancaman yang nyata untuk spesies lainnya.

Tidak hanya flora dan fauna, kebakaran yang terjadi di Riau saat itu juga menimbulkan masalah yang langsung dirasakan masyarakat karena menyebabkan kualitas udara yang buruk untuk pernapasan. 

Kasus karhutla yang lebih dahsyat yang banyak memusnahkan sumber genetik untuk masa mendatang telah terjadi di tahun 1997/1998.  WWF menyebutkan bahwa hutan kita menyusut secara tajam akibat Land clearing yang sangat pesat. 

Menurut catatan tahun tersebut hampir 10 juta hektar hutan di Kalimantan dan Sumatera rusak akibat kebakaran. Penelitian lainnya menyebutkan bahwa di tahun 1997,  dalam kurun waktu 4 bulan luas kebakaran hutan di Indonesia untuk sumatera mencapai 102.432 ha (Hutabarat,dkk., 1999). 

Kebakaran ini mengharuskan bandara di tutup sementara, dan tentunya akan menngurangi jumlah wisatawan yang masuk. Hal tersebut menambah daftar kerugian yang harus ditanggung.

Lalu bagaimana dengan flora, fauna serta seluruh isi hutan yang mengalami kebakaran? Akan kah bisa pulih?

Dalam hal ini, digunakan hukum rimba, yaitu siapa yang kuat dia yang menang, jadi siapa yang mampu bertahan terhadap api sampai padam, dan mampu menyesuaikan diri, maka spesies tersebut akan dapat tetap kita jumpai hingga sekarang. 

Lalu bagaimana dengan spesies yang tak mampu bertahan dan menyesuaikan diri?


Tentu ia akan hilang, dan bisa jadi punah. Hilangnya salah satu jenis spesies baik flora maupun fauna sangat berdampak bagi keberlangsungan suatu ekosistem.

Masih banyak dari kita yang memandang sebelah mata mengenai dampak hilangnya salah satu spesies. Terlebih jika spesies tersebut dipandang tidak berguna dan dipandang sebagai pengganggu kehidupan manusia.

Padahal setiap mahluk hidup diciptakan oleh Tuhan dengan fungsinya masing masing, sekecil apapun mahluk itu dan setidak menarik apapun itu. Walaupun fungsi suatu mahluk hidup dalam ekosistem dapat digantikan oleh mahluk hidup lainnya. Namun adaptasi tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

Ekosistem yang telah rusak juga tidak dapat kembali seperti semula dengan mudah. Butuh waktu berpuluh puluh tahun bahkan ratusan tahun untuk kembali ke wajah semula. 

Dampak yang sangat mengerikan. Kejadian tersebut harusnya menjadi pukulan berat dan pelajaran berharga agar kita lebih berhati hati dan memberi perhatian lebih dalam menangani masalah ini.

Pemerintah sepertinya juga telah banyak berjuang untuk terus menekan angka terjadinya kebakaran hutan. Terbukti jumlah kebakaran hutan semakin hari semakin menyusut dan harapannya akan hilang sama sekali, walaupun sepertinya harapan ini terlalu tinggi.

Kita patut memberikan apresiasi atas usaha tersebut, dan turut mendukung upaya upaya pemerintah dalam menangani karhutla atau menangani penyebab kerusakan hutan yang lainnya. Sehingga anak cucuk kita tidak hanya akan mendengar cerita tentang suara alam yang menyejukkan dari hutan hanya dari film animasi atau gambar.

Lalu, Bagaimana Cara Untuk Menangani Kebakaran Hutan?

Seperti kata pepatah, lebih baik mencegah dari pada mengobati. Begitupula untuk hal ini, lebih baik mencegah terjadinya kebakaran hutan dari pada harus memadamkan api, karena pasti sudah ada kerugian yang harus ditanggung jika kebakaran sudah terjadi. 

Menurut Dr.Ir.Agus Setiawan, M.Si, (1/5/18) selaku dosen dari Jurusan Kehutanan Universitas Lampung, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran adalah dengan membuat sekat bakar. 

Dr.Ir.Agus Setiawan, M.Si, (Foto Ist)

Sekat bakar tersebut bisa berupa lahan kosong, maupun lahan yang ditanami dengan tumbuhan yang tahan terhadap api. Sosialisai akan pentingnya hutan dan menjaga hutan juga penting khususnya bagi masyarakat penyangga, karena mereka lebih banyak berinteraksi dengan hutan sehingga akan sangat efektif memberdayakan masyarakat tersebut untuk membantu menjaga hutan.

Lalu bagaimana menjaga hutan gambut yang terkesan sulit diatasi ketika kebakaran terjadi?

Beliau menyarankan untuk membuat kanal kanal yang lebih dalam dibandingkan dengan kedalaman gambut.

Baca Juga: Tanaman obat hutan

Hal ini dilakukan untuk mengurangi rembetan api bawah tanah yang menjadi momok menakutkan dari kejadian kebakaran hutan gambut. Keterlibatan dari banyak pihak dari seluruh lapisa masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam penanganan karhutla ini.

Terlebih dari masyarakat penyangga, pemilik ijin usaha di dalam kawasan hutan, juga stakeholeder yang memegang peranan penting dalam mengeluarkan izin usaha tersebut.  

Kesadaran bersama akan pentingnya hutan bagi keberlangsungan hidup manusia di bumi harus dimiliki oleh seluruh pihak, dengan begitu tugas penjagaan hutan akan lebih mudah dilaksanakan.

Kontributor: Ida Lestari

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama